Pemuda itu berkata, kemudian aku bertanya, kamu banyak membaca Al-Qur’an, dapatkan kamu memberitahuku erti dari salah satu surat? dan dia mengatakan tidak, kerana dia sentiasa sibuk. Maka aku pikir semua manusia itu mati, kecuali mereka yang memiliki ilmu.
Dia telah hidup selama 20 tahun dan tidak menemukan waktu untuk mencari ilmu, mengapa Aku harus menikahi seorang wanita yang tidak mengetahui hak-hak dan kewajibannya, dan apa yang akan dia ajarkan kepada anak-anakku, kecuali bagaimana untuk menjadi lalai, kerana wanita adalah madrasah (sekolah) dan guru terbaik. Dan seorang wanita yang tidak memiliki waktu untuk Allah, tidak akan memiliki waktu untuk suaminya.
Pertanyaan ketiga yang aku tanyakan kepadanya, bahawa banyak gadis yang lebih cantik darinya, yang telah melamarku untuk menikah, mengapa Aku harus memilihmu? itulah mengapa dia mengadu, marah. (Orangtua si pemuda mengatakan bahwa itu adalah hal yang tidak sepatutnya untuk dikatakan, mengapa kamu melakukan hal semacam itu, kita harus kembali meminta maaf).
Si pemuda mengatakan bahwa Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) mengatakan “jangan marah, jangan marah, jangan marah”, ketika ditanya bagaimana untuk menjadi soleh, kerana kemarahan adalah datangnya dari syaitan. Jika seorang wanita tidak dapat mengontrol kemarahannya dengan orang asing yang baru saja ia temui, apakah kalian pikir dia akan dapat mengontrol amarah terhadap suaminya?
Pelajaran akhlak dari kisah benar ini adalah, pernikahan berdasarkan:
Ilmu, bukan hanya penampilan (kecantikan). Amal, bukan hanya berceramah atau bukan hanya membaca. Mudah memaafkan, tidak mudah marah. Ketaatan/ketundukan/
Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang ertinya: “Wanita dinikahi karena empat hal, [pertama] karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang agamanya baik, jika tidak maka kamu akan tersungkur fakir”. (HR. Bukhori no. 5090, Muslim no. 1466)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan